MEMBAHAGIAKAN ORANG TUA
DENGAN BERKORBAN
Oleh:
Dr.H.Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I
Suatu hari seorang pedagang hewan qurban menceritakan tentang pengalamannya saat berjualan hewan. Saat itu, sekitar tahun akhir 1990-an, seorang ibu datang memperhatikan dagangan saya. Dilihat dari penampilannya yang sangat sederhana, sepertinya ibu itu tidak akan mampu membeli. Namun tetap saya coba hampiri dan menawarkan kepadanya, “Silahkan bu, pilih yang mana…?”, lantas ibu itu menunjuk salah satu kambing termurah sambil bertanya, ”Kalau yang itu berapa Pak?” “Yang itu 700 ribu bu,” jawab saya. “Harga pasnya berapa?”, Tanya kembali si Ibu. “600 deh, harga segitu untung saya kecil, tapi biarlah…… . “Tapi, uang saya hanya 500 ribu, boleh pak?”, pintanya.
Waduh, saya bingung, karena itu harga modalnya, akhirnya saya berembug dengan teman sampai akhirnya diputuskan diberikan saja dengan harga itu kepada ibu tersebut. Sayapun mengantar hewan qurban tersebut sampai ke rumahnya, begitu tiba di rumahnya, “Astaghfirullah……, Allahu Akbar… ," terasa menggigil seluruh badan karena melihat keadaan rumah ibu itu.
Rupanya ibu itu hanya tinggal bertiga, dengan ibunya dan puteranya di rumah gubug dengan berlantai tanah. Saya tidak melihat tempat tidur kasur, kursi ruang tamu, apalagi perabot mewah atau barang-barang elektronik. Yang terlihat hanya dipan kayu beralaskan tikar dan bantal lusuh. Di atas dipan, tertidur seorang nenek tua kurus. “Mak…..bangun mak, nih lihat saya bawa apa?”, kata ibu itu pada nenek yg sedang rebahan sampai akhirnya terbangun. “Mak, saya sudah belikan emak kambing buat kurban, nanti kita antar ke Masjid ya mak…”, kata ibu itu dengan penuh kegembiraan.
http://medicamoora.blogspot.co.id/2014/11/
Si nenek sangat terkaget meski nampak bahagia, sambil mengelus-elus kambing, nenek itu berucap, “Alhamdulillaaah, akhirnya kesampaian juga cita-cita emak selama ini untuk bisa berkurban”.
“Nih Pak, uangnya, maafkan kalau saya nawarnya kemurahan, karena saya hanya tukang cuci di kampung sini, saya sengaja mengumpulkan uang untuk beli kambing yang akan diniatkan buat kurban atas nama ibu saya….”, kata ibu itu.
Kaki ini bergetar, dada terasa sesak, sambil menahan tetes air mata, saya berdoa, “Ya Allah…, Ampuni dosa hamba, hamba malu berhadapan dengan hamba-Mu yang pasti lebih mulia ini, seorang yang miskin harta namun kekayaan imannya begitu luar biasa”.
“Pak, ini ongkos pengantarannya…”, panggil ibu itu, ”Sudah bu, biar ongkos kendaraanya saya yang bayar," kata saya.
Saya cepat pergi sebelum ibu itu tahu kalau mata ini sudah basah karena tak sanggup mendapat teguran dari Allah yang sudah mempertemukan dengan hambaNya yang dengan kesabaran, ketabahan dan penuh keimanan ingin memuliakan orang tuanya........
Ada dua pelajaran penting yang bisa dipetik dari kisah tersebut:
Pelajaran pertama, betapa tinggi bakti anak tersebut kepada orang tuanya, meski dengan cara mengumpulkan uang upah dari kerja tukang cuci, entah berapa tahun, demi membahagiakan orang tua, akhirnya setelah terkumpul uang tersebut dibelikan seekor kambing demi mengabulkan cita-cita atau keinginan sang ibu untuk bisa berkorban di hari idul adha. Nabi Saw pernah bersabda:
رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ أَدْرَكَ عِنْدَهُ أَبَوَاهُ الكِبَرَ فَلَمْ يُدْخِلاَهُ الجَنَّةَ
Celaka atau rugi besar, seseorang yang sempat menjumpai ibu-bapaknya di usia tuanya, namun ia tidak bisa masuk surga (karena tidak menyempatkan diri untuk berbakti kepada keduanya). HR. Al-Turmidzi. Al-Albani: hadis ini shahih.
Ibu tersebut sadar betul bahwa Allah tidak akan meridhai kehidupannya, jika belum mendapatkan ridha dari kedua orang tuanya. Nabi Saw bersabda:
رِضَا اللهِ مِنْ رِضَا الْوَالِدَيْنِ، وَسَخَطُ اللهِ مِنْ سَخَطِ الْوَالِدَيْنِ
Ridha Allah tergantung kepada ridha kedua orang tua, dan kemurkaan Allah karena kemurkaan kedua orang tua (HR. Al-Tirmidzi, dan al-Baihaqi). Al-Albani: hadis tersebut hasan.
Pelajaran kedua, Ibu dan nenek tersebut faham betul bahwa ibadah kurban itu ibadah yang mulia yang disyariatkan bagi setiap orang Islam. Nabi Saw pernah bersabda:
مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّ ناَ
Barangsiapa memiliki kelonggaran rizki, lalu tidak mau berkurban, maka jangan sekali-kali orang itu mendekati tempat shalat kami (HR. Ibn Majah). Al-Albani: hadis ini hasan.
Hadis ini memberi peringatan keras kepada kita, betapa banyak di antara kita yang diberi kecukupan penghasilan, namun masih saja ada keengganan untuk berkurban, padahal bisa jadi harga handphone, jam tangan, ataupun aksesoris yang menempel di tubuh kita harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan seekor hewan kurban. Namun selalu sembunyi dibalik kata tidak mampu atau tidak dianggarkan.
Untuk menjadi mulia ternyata tidak perlu menunggu harta berlimpah, jabatan yang tinggi, dan apalagi kekuasaan. Kita bisa belajar keikhlasan dari ibu itu untuk menggapai kemuliaan hidup.
Nenek tersebut sudah lama bermimpi, bercita-cita untuk bisa melaksanakan ibadah kurban. Ia sadar bahwa ibadah kurban pada suasana idul Adha itu lebih baik daripada sedekah biasa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ibn al-Qayyim yang mengatakan:
فَكاَنَ الذَّبْحُ فِيْ مَوْضِعِهِ أَفْضَلُ مِنَ الصَّدَقَةِ بِثَمَنِهِ
“Penyembelihan yang dilakukan di waktu mulia lebih utama daripada sedekah senilai penyembelihan tersebut".
Lebih lanjut Ibn al-Qayyim mengatakan: “jika seseorang bersedekah untuk menggantikan kewajiban penyembelihan pada manasik tamattu’ dan qiran meskipun dengan sedekah yang bernilai berlipat ganda, tentu tidak bisa menyamai keutamaan udhiyah/ibadah kurban”.(Ibn al-Qayyim, Tuhfat al-Mawlud, I/65).
Demikian, semoga tulisan ini bisa menginspirasi, menggugah, dan memberikan semangat kepada kita untuk bisa beramal dengan penuh kesadaran dan ikhlas karena-Nya.
Selamat menunaikan ibadah kurban!
Semoga menjadi wasilah amal yang bisa mendekatkan diri kita kepada Allah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar