Jumat, 25 September 2015

Ruqyah: Dari Jahili ke Islami

Sejarah Ruqyah
Dari Jahili ke Islami

Oleh:

Achmad Zuhdi Dh


Sebelum kedatangan Islam, ruqyah sudah dikenal di kalangan masyarakat Arab. Ruqyah merupakan warisan bangsa Arab dalam rangka mendapatkan berkah dan permohonan kepada Allah. Ruqyah berasal dari agama-agama samawi, kemudian diselewengkan oleh orang-orang sesat lalu dimasukkan ke dalam sihir dan pengobatan. Mereka mencampur-adukkan dengan ucapan-ucapan yang bisa jadi mereka sendiri tidak memahami artinya. Dalam praktiknya juga ditambah dengan suatu benda seperti bebatuan, atau potongan-potongan tulang dan rambut hewan. Akhirnya bercampur-aduklah  perkara ruqyah  di kalangan masyarakat ja>hili>yah. Setelah Islam datang, ruqyah digunakan untuk penyembuhan dengan menggunakan ayat-ayat al-Qur’an dan bacaan-bacaan doa yang ma’thu>r  melalui sarana doa.
Di kalangan masyarakat ja>hili>yah, ruqyah diartikan sebagai mantra, jampi-jampi yakni kalimat-kalimat yang dianggap berpotensi mendatangkan daya gaib atau susunan kata yang berunsur puisi yang dianggap mengandung kekuatan gaib. Mantra dibaca oleh orang yang mempercayainya guna meminta bantuan kekuatan yang melebihi kekuatan natural, guna meraih manfaat atau menampik madarat. Dalam pengertian ini, ruqyah dianggap bisa menyembuhkan karena kekuatan ruqyah itu sendiri atau bantuan dari jin dan sebagainya. Karena pemahaman yang demikian ini maka Nabi saw pernah melarang ruqyah. Beliau pernah bersabda: “Sesungguhnya ruqyah, tami>mah[1] dantiwalah[2] itu syirik” (إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ). Sehubungan dengan pernyataan Nabi Saw bahwa ruqyah itu mengandung syirik, Abdullah bin Mas’u>d menjelaskan kepada isterinya yang pernah sembuh matanya karena diruqyah oleh orang Yahudi. Ibn Mas’u>d berkata:“Itu adalah perbuatan setan yang menyolok matanya dengan tangannya sehingga ketika diruqyahdapat menahan rasa sakitnya”  ( إِنَّمَا ذَاكَ عَمَلُ الشَّيْطَانِ كَانَ يَنْخُسُهَا بِيَدِهِ فَإِذَا رَقَاهَا كَفَّ عَنْهَا). HR. Abu Dawud. Al-Albani: S{ah}i>h}.
Nabi Saw memang pernah melarang ruqyah,  tetapi tidak berlaku pada semua jenis ruqyah. Ruqyah yang dilarang Nabi Saw hanyalah ruqyah yang di dalamnya terdapat unsur syirik seperti yang pernah dilakukan oleh orang-orang jahiliyah dan orang Yahudi. Selama ruqyah tidak dimasuki unsur syirik maka dibolehkan. Seorang sahabat Nabi Saw bernama ‘Awf bin Ma>lik al-Ashja’i> berkata: “Kami dahulu pada masa ja>hili>yah pernah melakukan ruqyah” (كُنَّا نَرْقِي فِي الْجَاهِلِيَّةِ). Al-Ashja’i> bertanya kepada Rasulullah Saw: “Bagaimana pendapatmu terhadap ruqyah yang kami lakukan?”. Nabi Saw kemudian minta ditunjukkan cara meruqyahnya, lalu Nabi Saw menyatakan: “Tidak mengapa dengan ruqyah selama tidak terdapat unsur syirik di dalamnya (لاَ بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيْهِ شِرْكٌ). HR. Muslim.
Di kalangan kaum Yahudi, dalam melakukan ruqyah ada yang bekerjasama dengan jin atau setan selain ada juga yang menggunakan Kitab Allah. Salah seorang Yahudi yang dikenal suka bekerjasama dengan jin atau setan adalah Labi>d bin Al-A’s}am yang pernah menyihir Nabi Saw.  Sedangkan praktik ruqyahdengan Kita>b Allah pernah dilakukan oleh Wanita Yahudi yang meruqyah ‘A<ishah ra pada saat ia sakit. Diceritakan bahwa suatu ketika Abu> Bakr datang ke rumah ‘A<ishah ra yang sedang menderita sakit. Saat itu ada seorang wanita Yahudi yang akan mengobati ‘A<ishah dengan cara meruqyah. Maka Abu> Bakar memerintahkan wanita Yahudi itu untuk meruqyah dengan Kita>b Allah, yaitu dengan Taurat dan Inji>l (أن أبا بكر دخل على عائشة وهي تشتكي ويهودية ترقيها، فقال أبو بكر: ارقيها بكتاب الله. يعني: بالتوراة والإنجيل...")
Dari keterangan tersebut menunjukkan bahwa ruqyah, selain dilakukan oleh orang-orang ‘Arab Ja>hili>yah juga dilakukan oleh orang-orang Arab Yahudi. Ima>m Muslim meriwayatkan dari Ibn ‘Abba>s ra bahwa pernah ada seorang ahli ruqyahbernama D{ima>d dari kabilah Bani Azad Shanu>-ah pergi ke Mekkah. Ketika D{ima>d mendengar dari orang-orang Ja>hili>yah Mekkah yang mengatakan bahwa Muh}ammad telah gila, ia ingin sekali meruqyahnya. Akhirnya D{ima>d dapat bertemu dengan Nabi Muh}ammad Saw dan menawarkan diri kepada beliau untuk dapat meruqyahnya. D{ima>d berusaha meyakinkan Nabi Saw bahwasanya dirinya bisa meruqyah  dan Allah akan menyembuhkan siapa saja yang diruqyahnya. Mendengar tawaran dari D{ima>d itu, Nabi Saw menjawabnya dengan kalimat sebagai berikut: (إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِىَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ أَمَّا بَعْدُ),  
Mendengar jawaban Nabi Saw seperti itu D{ima>d penasaran kemudian minta kepada Nabi saw untuk mengulanginya lagi. Maka Rasulullah saw pun mengulanginya hingga tiga kali. Setelah itu D{ima>d berkomentar dengan penuh kekaguman, katanya: “Aku sering mendengar perkataan-perkataan tukang ramal, tukang sihir dan para penyair, namun sungguh aku tidak pernah mendengar seperti apa yang engkau (Nabi Saw) ucapkan tadi. Sungguh ucapan-ucapanmu itu mencapai kedalaman lautan”.  Setelah itu D{ima>d berbaiat kepada Rasulullah Saw untuk memeluk agama Islam dan kaumnya pun kemudian diajaknya memeluk Islam. HR. Muslim.
Di kalangan sahabat Nabi Saw, sebelum masuk Islam, banyak yang mempunyai keahlian melakukan ruqyah. Tetapi mereka mengalami kebimbangan ketika Nabi Saw melarang ruqyah. Di antara mereka itu adalah keluarga ‘Amr bin H{azm. Suatu ketika mereka menemui Rasulullah Saw untuk menanyakan perihal larangan ruqyah. Mereka lalu memperlihatkan kepada Nabi Saw bagaimana cara meruqyah dari sengatan kalajengking atau gigitan ular berbisa. Setelah memperhatikan cara-cara mereka meruqyah, Nabi Saw kemudian mengatakan: “Saya kira tidak ada masalah (dengan ruqyahyang kalian lakukan). Barangsiapa ada di antara kalian yang bisa menolong saudaranya maka lakukanlah”. (مَا أَرَى بَأْسًا مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَنْفَعْه). HR. Muslim.
Setelah Nabi memberikan lampu hijau tentang bolehnya meruqyah, beberapa sahabat pun melakukan ruqyah, baik terhadap diri sendiri ataupun kepada orang lain. Pernah suatu ketika sejumlah rombongan sahabat Nabi Saw melakukan perjalanan. Mereka ingin singgah dan bertamu di sebuah kampung, tetapi tidak diizinkan. Saat itu kepala kampungnya menderita sakit karena sengatan ular atau kalajengking. Mereka, anak buahnya berusaha mencarikan obat dan menempuh berbagai cara untuk menyembuhkan kepala kampung itu, tetapi gagal. Akhirnya meminta tolong kepada rombongan para sahabat untuk dapat mengobatinya. Juru bicara sahabat mengatakan bahwa dirinya bisa melakukan ruqyah untuk mengobati kepala kampung itu asal diberi upah. Setelah berunding, mereka akhirnya menyetujui dan akan memberikan upah beberapa ekor kambing. Saat itu salah seorang sahabat Nabi Saw mendatangi kepala kampung kemudian melakukan ruqyah untuk kesembuhannya dengan cara meniup dan sedikit meludah sambil membacakan surat al-Fa>tih}ah.  Dengan izin Allah, sakit yang diderita kepala kampung itu hilang dan sembuh total. Para sahabat pun mendapatkan hadiahnya. Setelah dikonfirmasikan kepada Nabi Saw, beliau tertawa dan mengatakan: “Bagaimana kamu tahu kalau surat al-Fa>tih}ah tu bisa digunakan untuk meruqyah? Kalian telah berbuat yang benar. Sekarang bagikanlah hadiahnya dan saya berikan bagiannya” (مَا يُدْرِيكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ ». قَالَ وَقَالَ :« أَصَبْتُمُ اقْتَسِمُوا وَاضْرِبُوا لِى مَعَكُمْ بِسَهْمٍ). HR. Al-Bukhari
Tradisi meruqyah yang dibolehkan oleh Nabi Saw ini kemudian dilanjutkan oleh orang-orang sesudahnya, baik dari kalangan saha>bat, tabi’i>n maupun oleh ulama-ulama berikutnya. Di antara ulama yang terkenal dengan keahliannya di bidang ruqyah adalah Ibn al-Qayyim al-Jawzi>yah (w.751 H/1350 M). Ia banyak menulis tentang cara-cara pengobatan menurut Nabi Saw termasuk pengobatan dengan cara meruqyah. Salah satu buku karya Ibn al-Qayyim yang sangat populer adalah al-T{ib al-Nabawi>. Dalam buku ini Ibn al-Qayyim mengisahkan pengalaman pribadinya bahwa suatu saat ketika berada di Makkah, ia mengalami sakit. Saat itu ia tidak mendapatkan dokter dan obat-obatan. Karena itu ia kemudian melakukan pengobatan dengan jalan meruqyah, yakni dengan cara mengambil segelas air zamzam kemudian dibacakan surat al-Fa>tih}ah di atasnya berulang-ulang baru kemudian diminum. Dengan kehendak Allah, setelah itu ia mengalami kesembuhan total  (وأقرؤها عليها مراراً، ثم أشربه، فوجدتُ بذلك البرءَ التام).  
Hingga sekarang, meski  tidak sebanyak yang dipraktikkan kedokteran moderen, tardisi ruqyahmasih dilakukan oleh kaum muslimin di berbagai belahan dunia. Abu> al-Fida> Muh}ammad ‘Izzat Muh}ammad ‘Arif, dalam bukunya ‘A<lij Nafsaka Bi al-Qur’a>n, melaporkan adanya praktik ruqyah yang dilakukan di Saudi Arabia hingga kini. Praktik ini sudah dilakukan sebanyak seratus delapan belas kali (118 kali ). Pasien yang dihadapinya kebanyakan mengidap kanker dengan berbagai jenisnya seperti kanker darah, kanker payudara, kanker rahim, kanker usus dan kanker paru-paru. Berkat ruqyah yang dilakukan terhadap berbagai pasien yang mengidap berbagai penyakit kanker tersebut, dengan izin Allah Swt, mereka mendapatkan kesembuhan yang sempurna. Praktik ruqyah (penyembuhan melalui al-Qur’an) ini disandarkan kepada firman Allah Swt:
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآَنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا
Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. QS. al-Isra, 82.
Kesembuhan yang dimaksud dalam al-Qur'an tersebut difahami tidak hanya sekedar penyembuhan hati, akan tetapi kesembuhan secara umum. Dalam hal ini al-Sa’di>  mengatakan bahwa penyembuhan yang terkandung dalam Al-Qur`an bersifat umum meliputi penyembuhan hati dari berbagai syubhat, kejahilan, berbagai pemikiran yang merusak, penyimpangan yang jahat, dan berbagai tendensi yang ba>t}il. Selain itu, Al-Qur`an juga dapat menyembuhkan jasmani dari berbagai penyakit(ولشفاء الأبدان من آلامها وأسقامها).
 Di Indonesia, istilah ruqyah mulai marak dikenal sejak tahun 1990-an. Salah satu Ustad yang ahli di bidang ruqyah adalah Fad}lan Abu Yasir, Lc. Ia adalah Pengasuh Pondok Pesantren Islam Terpadu Al-H{ikmah Trayon-Kebonan-Karanggede-Boyolali-Jawa Tengah. Pada tahun 1998, Abu Yasir menulis buku dan juga membuat CD tentang praktik melakukan ruqyah. Di dalam buku dan CD-nya itu, ia menjelaskan tentang apa itu ruqyahdan bagaimana cara mempraktikkannya dengan benar. Kini istilah ruqyah tidak asing lagi bagi umat Islam Indonesia.
            Di Jawa, ruqyah memang baru populermulai tahun 1990-an, tetapi sebenarnya praktik  ruqyah  sudah berlangsung sejak berabad-abad silam. Hanya saja di Jawa, istilah ruqyah lebih dikenal dengan “suwuk”.  Eddy Sugianto, dalam tulisannya tentang The Power of Suwuk  mengatakan bahwa suwuk adalah suatu cara penyembuhan alternatif  dengan cara seseorang membacakan suatu mantra pada segelas air dan selanjutnya diminumkan kepada pasien. Tradisi suwuk” ini masih bertahan hingga sekarang.  Jika seorang pasien datang kepada dukun, maka yang dibacakannya adalah bersumber dari Kitab Primbon Jawa. Dalam buku Primbon Betal Jemur Adammakna diajarkan bahwa ketika orang Jawa sakit cacar (cangkrangen), maka cara menyembuhkan atau mengobatinya adalah dengan mengunyah-ngunyah brambang  dan kunci  kemudian disemburkan (di-suwuk-kan)ke  matanya yang sakit setiap pagi, tapi kunyahan yang disemburkan ke matanya hanya hawanya saja sehingga tidak sampai mengenai matanya. Adapun mantranya adalah sebagai berikut:
                        Bismilla>hirrahma>nirrahi>m, kanjul ngaras, kanjul ngalam, Bagus karang aja perak-perak marang aku, pan aku anak putune Sayid Pangeran. Bujang Galiman aja uruk sudi gawe marang aku, pan aku anak putune Bagus Karang. Loncang-Lancing Nyai Rara Kidul aweh gabag cacar plenting 10,9,8,7.6.5.4.3.2.1 siji bae trima, trima saking kersaning Allah.
Namun jika yang didatangi pasien itu seorang kyai atau ustad yang memahami al-Qur’an dan al-Sunnah maka yang dibacakan (ruqyahatau suwuknya) adalah surah a-Fa>tih}ah atau ayat-ayat al-Qur’an lainnya dan doa-doa yang makthu>r dari Nabi Saw.

            Lebih lengkap dan komprehensip tentang ruqyah dapat dibaca dalam buku Terapi Qur'ani karya Dr.H.Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I di bawah ini:





Penerbit IMTIYAZ Surabaya
Cetakan Pertama     Juli 2015
tebal 358 hal (xx + 338)
Ukuran 15 x 23
ISBN: 978-602-7661-46-2
Harga: Rp. 80.000;

Bagi yang berminat mendapatkan buku ini dan ingin mendapatkan discount khusus, dapat menghubungi melalui WA No.Hp:  0817581229. Selamat membaca dan menikmatinya. Insya Allah banyak manfaat.  


Daftar Pustaka:

Abu> ‘Ubaydah Ma>hir Bin S{a>lih} ‘Ali> Muba>rak, Ruqyah Syar’iyyah: Gangguan Jin, Hasad dan ‘Ain, terj. Abu Ahmad (Surabaya: Duta Ilmu, 2006).
 S{a>lih} bin ‘Abd al-‘Azi>z bin Muh}ammad bin Ibra>hi>m A<li al-Shaykh, al-Tamhi>d Li Sharh} Kita>b al-Tawh}i>d, Vol.I (Tt: Da>r al-Tawh}i>d, 2003).
Fadlan Abu Yasir, Terapi Gangguan Jin Dengan Ruqyah dan Doa (Yogjakarta: tp, 2004).
Muh}ammad al-T{a>hir bin ‘A<shu>r, al-Tah}ri>r wa al-Tanwi>r,Vol.  (Tu>nis, Da>r Sahnu>n, 1997).
Ah}mad bin H{anbal, Musnad al-Ima>m Ah}mad bin H{anbal, I. Ed. Shu’ayb al-Arnowt et.al (Kairo: Muassasah Qurtu>bah,tt).
al-Naisaburi, Sahih Muslim, III, IV,Ed. Muh}ammad Fua>d ‘Abd al-Ba>qi,1772.
Abu> 'Abdilla>h Muh}ammad b. Isma>'i>l b. Ibra>hi>m b. al-Mughi>rah al-Bukha>ri>, S{ah}i>h al-Bukhari> Bi Hasshiyah al-Sindi, Vol.IV (Bayrut: Dar al-Fikr, tt).
Jawwa>d ‘Ali>, Al-Mufas}s}al Fi> Ta>ri>kh al-‘Arab Qabl al-Isla>m, XII (Tt: Da>r al-Sa>qi>, 2001).
Ibn al-Athi>r, Asad al-Gha>bah, II/33.
Shams al-Di>n Muh}ammad bin Ah}mad bin ‘Uthma>n al-Dhahabi>, Ta>ri>kh al-Isla>m Wa Wafaya>t al-Masha>hi>r Wa al-A’la>m, I (Bairu>t: Da>r al-Kita>b al-‘Arabi>, 1987).
al-Bukha>ri, al-Ja>mi al-S{ah}i>h} al-Mukhtas}ar, Vol.5 (Bayru>t: Da>r Ibn Kathi>r, 1987).
Muh}ammad Bin ‘I<sa> Abu> ‘I<sa> al-Tirmidhi>, al-Ja>mi’ al-S{ah}i>h} S{unan al-Tirmidhi>, Vol. IV (Bairu>t: Da>r Ih}ya> al-Tura>th al-‘Arabi>, tt).
Muh}ammad Ibn H{ibba>n Bin Ah}mad Abu> H{a>tim, S{ah}i>h} Ibn H{ibba>n, Vol. 13 (Bayru>t: Mu’assasah al-Risa>lah, 1993).
Ibn Qayyim al-Jawzi>yah, al-T{ib al-Nabawi>, Vol I (Bayru>t: Da>r al-Kita>b al’Arabi>, 1990).
Abu> al-Fida> Muh}ammad ‘Izzat Muh}ammad ‘A<rif, ‘A<lij Nafsaka Bi al-Qur’a>n (Kairo: Da>r al-Dad}i>lah, 2009).
Al-Qur’an, al-Isra: 17: 82.
‘Abd al-Rah}ma>n bin Na>s}ir bin al-Sa’di>, Taysi>r al-Kari>m al-Rah}ma>n Fi> Tafsi>r Kala>m al-Manna>n, I (tt: Mu’assasah al-Risa>lah, 2000).
Eddy Sugianto, The Power of Suwuk,
Kanjeng Pangeran Harya Tjakraningrat, Kitab Primbon Betaljemur Adammakna, (Yogyakarta: Soemodidjojo Mahadewa. 1980).




[1] Al-Tama-im jama’ dari al-tamimahyaitu suatu jimat perlindungan yang dikalungkan di leher anak untuk penangkal ‘ain. Jika yang dikalungkan itu dari al-Qur’an, di kalangan ulama ada dua pendapat. Ada yang membolehkan dan ada yang tidak membolehkan.  Pendapat yang lebih kuat dan aman adalah yang melarangnya. Abu> ‘Ubaydah Ma>hir Bin S{a>lih} ‘Ali> Muba>rak, Ruqyah Syar’iyyah: Gangguan Jin, Hasad dan ‘Ain, terj. Abu Ahmad (Surabaya: Duta Ilmu, 2006), 207.
[2] Al-Tiwalah adalah aji-aji pengasihan (jawa: pelet) yang dibuat dan dimaksudkan agar sang suami mencintai isterinya atau agar isteri mencintai suaminya. Hai ini termasuk jenis sihir. S{a>lih} bin ‘Abd al-‘Azi>z bin Muh}ammad bin Ibra>hi>m A<li al-Shaykh, al-Tamhi>d Li Sharh} Kita>b al-Tawh}i>d, Vol.I (Tt: Da>r al-Tawh}i>d, 2003), 136. 

Senin, 14 September 2015

BUKU TERAPI QUR'ANI

TERAPI QUR’ANI
Tinjauan Historis, al-Qur'an-al-Hadis, dan Sains Modern




Oleh:
Dr.H.Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I

 'Ibn al-Qayyim berpendapat bahwa al-Qur’an itu adalah obat penyembuh total (الشفاء التام) terhadap segala macam penyakit, baik penyakit-penyakit hati (rohani) atau pun penyakit-penyakit badan. Beliau telah membuktikan sendiri dan menuturkan pengalamannya sebagai berikut:
“Pada suatu ketika aku pernah berada di Makkah dan jatuh sakit, tetapi aku tidak menemukan seorang dokter dan obat penyembuh. Lalu aku berusaha mengobati dan menyembuhkan diriku dengan surat al-Fa>tih}ah. Aku ambil segelas air zam-zam dan membacakan padanya surat al-Fa>tih}ah berkali-kali, lalu aku meminumnya hingga aku mendapatkan kesembuhan total. Selanjutnya aku berpedoman dengan cara tersebut dalam mengobati berbagai penyakit dan aku merasakan manfaat yang sangat besar. Selanjutnya aku beritahukan kepada banyak orang yang menderita suatu penyakit dan ternyata banyak dari mereka yang berhasil sembuh dengan cepat.
Pandangan 'Ibn al-Qayyim ini belakangan mendapatkan dukungan dari sejumlah ilmuwan yang mengadakan penelitian tentang pengaruh al-Qur’an terhadap kesehatan manusia, baik secara fisik ataupun rohani.
Al-Qa>d}i>, dengan penelitiannya di Florida Amerika Serikat, menemukan adanya pengaruh al-Qur’an terhadap kesehatan manusia.  Ia mengatakan bahwa ada pengaruh menenangkan hingga mencapai 97 % akibat mendengarkan al-Qur’an. Pengaruh tersebut bahkan terlihat dalam bentuk perubahan-perubahan fisiologis yang tampak melalui berkurangnya tingkat ketegangan syaraf. Selanjutnya, Nurhayati dari Malaysia, dalam Seminar Konseling dan Psikoterapi Islam di Malaysia pada tahun 1997 mengatakan bahwa Al-Qur’an dapat memberikan pengaruh besar jika diperdengarkan kepada bayi. Menurut hasil penelitiannya, bayi yang berusia 48 jam yang kepadanya diperdengarkan ayat-ayat Al-Qur’an dari tape recorder menunjukkan respons tersenyum dan menjadi lebih tenang.

Untuk mendapatkan penjelasan yang lengkap dan mendetail bagaimana sejarah dan asal-usul ruqyah (terapi Qur’ani), bagaimana al-Qur’an dan al-Hadis mengungkapnya, dan bagaimana dahsyatnya terapi Qur’ani dan relevansinya dengan sains moderen, buku ini, insya Allah akan memberikan jawabannya.



Penerbit IMTIYAZ Surabaya
Cetakan Pertama     Juli 2015
tebal 358 hal (xx + 338)
Ukuran 15 x 23
ISBN: 978-602-7661-46-2
Harga: Rp. 80.000;

Bagi yang berminat mendapatkan buku ini dan ingin mendapatkan discount khusus, dapat menghubungi melalui WA No.Hp:  0817581229. Selamat membaca dan menikmatinya. Insya Allah banyak manfaat.  




SAMBUTAN BUKU TERAPI QUR'ANI DARI REKTOR UINSA


NILAI ALQUR-AN BAGI MANUSIA DAN KEHIDUPAN
DI ALAM DUNIA:
Pengantar Buku Terapi Qur’ani


Oleh: Prof.Dr.H.Abd A’la,MA

            Dari hari ke hari, bulan ke bulan, dan tahun ke tahun, kelebihan atau bahkan bukti kebenaran al-Quran semakin terkuak ke permukaan. Dari hasil kajian dan penelitian yang dilakukan oleh berbagai kalangan ilmuwan, termasuk dari kalangan non Muslim, dapat disimpulkan bahwa alQur-an bukan hanya sebagai kitab yang berisi norma petunjuk bagi manusia, dan bukan sekadar pembeda antara yang benar dan bathil. Namun al-Quran juga senyatanya merupakan sumber pengembangan dan penguatan sains dan teknologi. Lebih dari itu, Kitab Suci umat Islam ini bahkan bukan sekadar penyejuk hati dan penyembuh penyakit hati. Namun juga ia dapat menyembuhkan penyakit fisik yang terganas sekali pun, seperti penyakit kanker.
            Bagi sementara orang atau kalangan umat Islam, persoalan yang kemudian mengedepan adalah mengenai kebolehan dan juga kebenaran penggunaan al-Quran untuk penyembuhan penyakit fisik semacam itu. Pada sisi ini kehadiran karya sdr. Dr. H. Achmad Zuhdi DH, M.Fil.I ini memberikan kontribusi yang cukup signifikan. Dalam buku ini, penulis yang juga dosen Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya itu menjelaskan bahwa pola penyembuhan semacam itu memiliki dasar keagamaan yang sangat kuat. Untuk itu, penulis bukan hanya merujuk kepada dalil-dalil naqli, tapi juga kepada sejarah Islam yang memperlihatkan adanya praktik semacam itu sejak zaman Rasulullah SAW.
            Hal lain yang penting untuk digarisbawahi dari karya yang berjudul Terapi Qur-ani; Tinjauan Historis, Al-Qur-an-Hadis  dan Sains Modern ini adalah kegigihan penulis untuk menunjukkan bahwa Al-Quran benar-benar menjadi sumber yang tidak akan pernah kering untuk pengembangan sains dan teknologi. AlQur-an dilihat dari perspektif apa pun –entah kandungan makna, susunan kalimat, atau lainnya –memberikan ruang yang besar untuk hal tersebut.
            Komitmen penulis seperti itu sejatinya perlu menjadi komitmen bagi setiap muslim, khususnya kalangan intelektual. Dalam ungkapan lain, al-Quran jangan lagi sekadar dijadikan landasan teologis, atau hanya dasar hukum, atau sumber akhlak semata dalam ibadah vertikal dan horizontal serta kehidupan umat Islam secara umum. Demikian pula, pemaknaan al-Quran jangan hanya dikembangkan di seputar pengembangan teologis, fiqh, akhlak dan sejenisnya. Saatnya umat Islam, terutama intelektual Muslim Indonesia, menjadikan al-Quran sebagai dasar pengembangan sains, dan teknologi dengan beragam turunannya.
            Kemampuan umat Islam Indonesia melakukan hal itu akan menjadikan Indonesia sebagai pusat peradaban Islam, dari umat Islam untuk bangsa dan dunia. Pada sisi itu, mudah-mudahan kehadiran buku ini sebagai bagian dari upaya itu. Minimal, mudah-mudahan karya tokoh muda dari Surabaya ini akan memberikan manfaat bagi umat Islam dan sesama bukan untuk upaya penyembuhan penyakit semata, tapi dalam rangka memperkokoh keimanan.
            Pembaca pasti tidak puas hanya disuguhi karya ini dari sdr. Achmad Zuhdi Dh. Karena itu karya-karya berikutnya selalu ditunggu untuk diterbitkan dan dinikmati publik dalam rangka memperkaya khazanah intelektual Muslim.
Selamat membaca.  

Rektor


Prof.Dr.H.Abd A’la,MA
Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya