Senin, 11 Desember 2017

Apa itu Pengobatan Gurah? - [Gurah -1]

Gurah adalah merupakan sebuah istilah untuk terapi pengobatan dengan cara mengeluarkan kotoran berupa lendir dari bagian tubuh tertentu. Gurah sudah lama dikenal terutama dilingkungan pesantren. Komunitas pesantren secara turun-temurun melestarikan dan mengembangkan terapi gurah hingga sekarang. Dalam kitabnya "at-Thibbun Nabawi" Ibnul Qoyyim menyebut istilah bagi pengobatan gurah dengan istilah "su'uth".

Definisi mengenai gurah memang sangat terbatas dan masih minim referensi sumbernya, diantara yang mendefinikan tentang gurah menurut MA. Sohaji, menurutnya gurah adalah membersihkan dan mengeluarkan lendir yang kotor, beracun dan terinfeksi berbagai kuman dengan cara meneteskan ramuan khusus gurah kedalam lubang yang akan di bersihkan, misal hidung.

Ramuan gurah biasanya akan membangkitkan sarat-saraf tubuh pada bagian organ tertentu dan bereaksi sehingga mengeluarkan cairan yang mendorong atau mengeluarkan lendir-lendir dan kotoran yang menempel padanya. jika di tetes pada bagian hidung, lendir akan keluar melalui saluran rongga hidung atau mulut, sehingga dapat membersihkan saluran pernafasan bahkan pencernaan dari kotoran dan lendir-lendir yang tidak mudah keluar.

Terapi pengobatan gurah ini dikenal cukup memberikan manfaat terutama bagi masyarakat yang ada hubungannya dengan kegiatan "tarik suara" baik berupa vokal atau publik speaking, biasanya orang setelah menjalankan pengobatan gurah akan merasakan suara yang bening dan lebih kuat karena beberapa sumbatan lendir berkurang atau menghilang.

Pentingnya Terapi Gurah

Gurah yang salahsatu khasiatnya dapat meningkatkan kualitas suara sebagaimana yang sudah dikenali oleh sebagian masyarakat juga sudah dibuktikan oleh beberapa tokoh yang memiliki aktivitas dengan olah suara, diantaranya seorang ahli qiro'at bernama Ustadz Misbahul Munir. Didalam salahsatu buku beliau yang berjudul "Ilmu dan Seni Qiro'atul-Quran" menyatakan "Untuk usaha menghaluskan serta menguatkan suara, seorang Qori/ Qoriah bisa mencoba melakukan gurah". Beliau juga menyebutkan menyatakan bahwa keberadaan ahli pengobatan terapi gugrah masih sedikit, realita dilapangan memang demikian adanya.

Terapi gurah selain sebagai upaya meningkatkan kualitas suara, juga dapat untuk menghilangkan berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh lendir-lendir berlebih dalam tubuh terutama yang sudah terinfeksi virus-virus yang merugikan kesehatan. [Beberapa khasiat terkait dengan hal tersebut akan diuraikan terpisah artikel ini]

Sabtu, 02 Desember 2017

ETIKA DALAM SHALAT JUMAT

ETIKA DALAM SHALAT JUMAT

Oleh


Dr.H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I

           
            Hari jumat adalah hari yang mulia, yang dalam istilah Nabi Saw disebut sebagai sayyidul ayyam, penghulu dari semua hari. Ibn Abd al-Mundzir meriwayatkan bahwasanya Nabi Saw bersabda:
إِنَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ سَيِّدُ الْأَيَّامِ وَأَعْظَمُهَا عِنْدَ اللَّهِ
Artinya: “sesungguhnya hari Jumat adalah penghulu dari semua hari, dan Jumat itu adalah hari yang paling agung menurut Allah”(HR. Ibn Majah No. 1084). Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini hasan (Shahih Wa dha’if Ibn Majah, III/84). Karena itu beribadah pada hari Jumat bernilai lebih tinggi daripada hari-hari yang lain.  Di antara ibadah penting pada hari Jumat adalah shalat Jumat yang dilaksanakan pada waktu dhuhur, dan di dalamnya berlaku etika saat melaksanakannya, yakni sebagai berikut:

Pertama, mandi besar sebelum menghadiri jum’at;

Dari Samurah bn Jundub ra., Nabi Saw besabda:
مَنْ تَوَضَّأَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَبِهَا وَنِعْمَتْ وَمَنْ اغْتَسَلَ فَالْغُسْلُ أَفْضَلُ
Artinya: “Barangsiapa berwudhu di hari Jum’at, maka itu baik, namun barangsiapa mandi ketika itu, maka itu lebih utama” (HR. An-Nasai, no. 1380; Tirmidzi, no. 497; Ibnu Majah, no. 1091). Al-Albani: Shahih (Shahih Wa Dha’if Sunan al-Nasa-I, IV/24).

Kedua, menuju ke masjid (jumatan) dalam keadaan sudah berwudhu;
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا
Artinya: “Barangsiapa yang berwudhu, lalu memperbagus wudhunya kemudian ia mendatangi (shalat) Jum’at, kemudian (di saat khutbah) ia betul-betul mendengarkan dan diam, maka dosanya antara Jum’at (saat ini) dan Jum’at (sebelumnya) ditambah tiga hari akan diampuni. Dan barangsiapa yang bermain-main dengan tongkat, maka ia benar-benar melakukan hal yang batil (lagi tercela) ” (HR. Muslim, no. 857).

Ketiga, memakai minyak wangi saat menghadiri shalat Jumat;
Dari Salman al-Farisi ra, Nabi Saw besabda:
مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَتَطَهَّرَ بِمَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ ثُمَّ ادَّهَنَ أَوْ مَسَّ مِنْ طِيبٍ ثُمَّ رَاحَ فَلَمْ يُفَرِّقْ بَيْنَ اثْنَيْنِ فَصَلَّى مَا كُتِبَ لَهُ ثُمَّ إِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ أَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى  
Artinya: “Barangsiapa mandi pada hari Jumat dan bersuci semampunya kemudian memakai wewangian lalu menuju ke mesjid dan dia tidak memisahkan antara dua orang (yang duduk di mesjid) lalu dia shalat sesuai dengan yang ditetapkan Allah (sekemampuannya) kemudian ketika imam keluar (untuk berkhutbah) dia diam mendengarkan khutbah niscaya akan diampuni dosanya yang terjadi diantara kedua Jumat” (HR. Bukhari No. 910).

Keempat, menghadiri shalat Jum’at lebih awal;
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ رَاحَ في السَّاعَة ِالأُولى فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً ، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً ، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ ، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً
Artinya: “Siapa yang berangkat Jum’at di awal waktu, maka ia seperti berqurban dengan unta. Siapa yang berangkat Jum’at di waktu kedua, maka ia seperti berqurban dengan sapi. Siapa yang berangkat Jum’at di waktu ketiga, maka ia seperti berqurban dengan kambing gibas yang bertanduk. Siapa yang berangkat Jum’at di waktu keempat, maka ia seperti berqurban dengan ayam. Siapa yang berangkat Jum’at di waktu kelima, maka ia seperti berqurban dengan telur.” (HR. Bukhari, no. 881; Muslim, no. 850)

Kelima, melaksanakan shalat tahiyatul masjid sebelum duduk;

Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
“Sulaik Al Ghothofani datang pada hari Jum’at dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berkhutbah. Ia masuk dan langsung duduk. Beliau pun berkata pada Sulaik,
يَا سُلَيْكُ قُمْ فَارْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَتَجَوَّزْ فِيهِمَا – ثُمَّ قَالَ – إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَلْيَتَجَوَّزْ فِيهِمَا
Artinya: “Wahai Sulaik, berdirilah dan kerjakan shalat dua raka’at (tahiyyatul masjid), persingkat shalatmu (agar bisa mendengar khutbah, pen).” Lantas beliau bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian menghadiri shalat Jum’at dan imam berkhutbah, tetaplah kerjakan shalat sunnah dua raka’at dan persingkatlah.” (HR. Bukhari, no. 930; Muslim, no. 875).

Keenam, shalat sunnah semampunya sembari menunggu khatib atau imam naik ke mimbar (shalat Intidhar);
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menuturkan bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنِ اغْتَسَلَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَصَلَّى مَا قُدِّرَ لَهُ ثُمَّ أَنْصَتَ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْ خُطْبَتِهِ ثُمَّ يُصَلِّىَ مَعَهُ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الأُخْرَى وَفَضْلَ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ
Artinya: “Barangsiapa mandi kemudian datang untuk shalat Jum’at, lalu ia shalat (sunnah) semampunya kemudian ia diam mendengarkan khutbah hingga selesai, lalu ia shalat bersama imam maka akan diampuni dosanya Jum’at ini hingga Jum’at berikutnya ditambah tiga hari.” (HR.Muslim No.2024).
Ketujuh, tidak berbicara dengan temannya (diam) saat mendengar khutbah Jum’at;
 Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ
Artinya: “Jika engkau berkata pada sahabatmu pada hari Jum’at “Diamlah”!, sedangkan khotib sedang berkhutbah, maka sungguh engkau telah berkata sia-sia.”(HR. Bukhari no. 934 dan Muslim no. 851).

Namun, seorang jamaah boleh meminta sesuatu pada khatib saat khutbah, seperti pada dalam hadits berikut ini:
أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ قَالَ أَتَى رَجُلٌ أَعْرَابِيٌّ مِنْ أَهْلِ الْبَدْوِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتْ الْمَاشِيَةُ هَلَكَ الْعِيَالُ هَلَكَ النَّاسُ فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ يَدْعُو وَرَفَعَ النَّاسُ أَيْدِيَهُمْ مَعَهُ يَدْعُونَ قَالَ فَمَا خَرَجْنَا مِنْ الْمَسْجِدِ حَتَّى مُطِرْنَا

"Anas berkata: “Seorang Arab pedesaan (pegunungan) datang dan berkata (kepada Rasulullah, saat itu beliau sedang berkhutbah Jum’at): “Wahai Rasulullah, telah binasa binatang ternak, keluarga, dan banyak manusia (lantaran dilanda kekeringan), maka Rasulullah mengangkat kedua tangannya seraya berdo'a (memohon hujan), dan orang-orang pun mengangkat tangan mereka, (ikut) berdo'a bersama Rasulullah, Anas berkata: hujan turun sebelum kami keluar dari masjid"(HR. Bukhari, no. 1029).


Kedelapan, tidak memeluk lutut saat mendengar khutbah Jum’at;

Dari Sahl bin Mu’adz dari bapaknya (Mu’adz bin Anas Al-Juhaniy), ia berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنِ الْحُبْوَةِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ
Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang duduk dengan memeluk lutut pada saat imam sedang berkhutbah.” (HR. Tirmidzi, no. 514; Abu Daud, no. 1110. Al-Albani: hadis ini hasan (al-Tibrizi, Misykat al-Mashabih, ed. Al-Albani, II/331).

Kesembilan, tidak memisah antara dua orang yang telah duduk (melangkahi mereka) dengan maksud untuk melewatinya;

Dari Salman al-Farisi ra, Nabi Saw  besabda:

مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَتَطَهَّرَ بِمَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ ثُمَّ ادَّهَنَ أَوْ مَسَّ مِنْ طِيبٍ ثُمَّ رَاحَ فَلَمْ يُفَرِّقْ بَيْنَ اثْنَيْنِ فَصَلَّى مَا كُتِبَ لَهُ ثُمَّ إِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ أَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى  
Artinya: Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa mandi pada hari Jumat dan bersuci semampunya kemudian memakai wewangian lalu menuju ke mesjid dan dia tidak memisahkan antara dua orang (yang duduk di mesjid) lalu dia shalat sesuai dengan yang ditetapkan Allah (sekemampuannya) kemudian ketika imam keluar (untuk berkhutbah) ia diam mendengarkan khutbah niscaya akan diampuni dosanya yang terjadi diantara kedua Jumat” (HR. Bukhari No. 910).

Kesepuluh, tidak bermain-main (misalnya dengan tongkat, HP, dll) saat khutbah sedang berlangsung.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا
Artinya: Dan barangsiapa bermain-main dengan tongkat, maka ia benar-benar melakukan hal yang batil (lagi tercela) ” (HR. Muslim, no. 857).
            Termasuk dalam kategori yang dilarang adalah segala sesuatu (HP, tablet, dan lain-lain) yang dijadikan mainan atau sesuatu yang menyibukkan sehingga tidak lagi memperhatikan khutbah Jumat yang disampaikan.