Rabu, 20 November 2013

SHALAT SESUDAH SHUBUH

SHALAT SUNNAH SETELAH SHUBUH,
BOLEHKAH?

Oleh
Dr.H.Achmad Zuhdi Dh

Bagaimana hukum shalat sunnah setelah shubuh (fajar), boleh atau tidak? Untuk membahas masalah ini, perlu dikemukakan beberapa hadis berikut ini:

1. Hadis yang melarang shalat sunnah setelah shubuh;

عن أبي هريرة قال نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَلاتَيْنِ بَعْدَ اْلفَجْرِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ وَبَعْدَ اْلعَصْرِ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ
Dari Abu Hurairah ra ia berkata : “Rasulullah Sawmelarang dua macam shalat, yaitu shalat ba’dashubuh hingga terbit matahari dan shalat ba’daashar hingga terbenamnya matahari”(HR. Al-Bukhari no. 563 dan Muslim no. 825).
Hadis tersebut secara jelas menunjukkan bahwa shalat sunnah setelah shalat shubuh itu terlarang.

2. Hadis yang membolehkan shalat sunnah setelah shalat shubuh;

عَنْ قَيْسٍبن عمرو قَالَ : خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأُقِيمَتْ الصَّلاةُ ، فَصَلَّيْتُ مَعَهُ الصُّبْحَ ثُمَّ انْصَرَفَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَجَدَنِي أُصَلِّي ، فَقَالَ : مَهْلا يَا قَيْسُ ، أَصَلاتَانِ مَعًا ؟! قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِنِّي لَمْ أَكُنْ رَكَعْتُ رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ . قَالَ : فَلا إِذَنْ أخرجه الترمذي

Dari Qais, ia berkata: Rasullullah keluar (dari rumah), lalu iqamah (shubuh) di kumandangkan, maka aku shalat shubuh bersama beliau, kemudian beliau-tatkala selesai shalatnya- mendapati aku melaksanakan shalat (lagi), lalu beliau menegurku: “Sebentar wahai Qais, apakah engkau melakukan dua kali shalat bersamaan? Lalu aku menjawab: “Wahai Rasulullah, aku belum melaksanakan shalat sunnah dua rakaat (sebelum) shubuh. “Nabi  bersabda: “Kalau begitu tidak mengapa.” (HR. Al-Tirmidzi: 422, Ibn Majah: 1151) al-Albani mengatakan bahwa hadis ini sanadnya sahih (al-Albani, Sahih Wa Da’if Sunan al-Tirmidzi, I/422)
Hadis tersebut menjelaskan bahwa bagi orang yang tidak sempat melaksanakan shalat qabliyah shubuh (shalat sunnah fajar), maka ia boleh meng-qadha-nya setelah selesai shalat shubuh sebelum terbitnya matahari. (Shalih al-Munjid, Fatawa, I/5466)

3.  Hadis yang membolehkan shalat sunnah fajar setelah terbitnya matahari;

 عَن أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لَمْ يُصَلِّ رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ فَلْيُصَلِّهِمَا بَعْدَ مَا تَطْلُعُ الشَّمْسُ
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “Siapa yang belum melaksanakan shalat sunnah dua rakaat fajar, hendaknya dia melaksanakannya setelah terbit matahari.” (HR. Tirmidzi( . Al-Albani menshahihkannya (al-Silsilah al-shahihah, V/478.)

Hadis tersebut menjelaskan bahwa bagi orang yang tidak sempat melaksanakan shalat qabliyah shubuh (shalat sunnah fajar), maka ia boleh meng-qadha-nya setelah  terbitnya matahari (waktu dhuha).

4. Hadis tentang penting dan keutamaannya shalat sunnah fajar;

Shalat sunnah Fajar merupakan shalat sunnah rawatib yang paling ditekankan dibandingkan dengan yang lainnya. Rasulullah Saw tidak pernah meninggalkannya; baik dalam keadaan safar (bepergian) maupun muqim (tinggal di rumah, tidak bepergian). Hal ini didasarkan kepada hadis ‘Aisyah ra,  beliau berkata:

لَمْ يَكُنْ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم عَلَى شَيْءٍ مِنْ اَلنَّوَافِلِ أَشَدَّ تَعَاهُدًا مِنْهُ عَلَى رَكْعَتَيْ اَلْفَجْرِ
“Nabi Sawtidak pernah memperhatikan shalat-shalat sunat melebihi perhatiannya terhadap dua rakaat fajar.” (Muttafaq ‘Alaih)

Dalam hadis lain diterangkan:

عَنْ عَائِشَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا ».

Dari ‘Aisyah ra,  Nabi Saw bersabda: shalat sunnah dua rakaat fajar itu nilainya lebih baik daripada dunia dan seisinya (HR. Muslim no. 1721)
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh ‘Imran bin Hushain: 

 أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ فِى مَسِيرٍ لَهُ فَنَامُوا عَنْ صَلاَةِ الْفَجْرِ فَاسْتَيْقَظُوا بِحَرِّ الشَّمْسِ فَارْتَفَعُوا قَلِيلاً حَتَّى اسْتَقَلَّتِ الشَّمْسُ ثُمَّ أَمَرَ مُؤَذِّنًا فَأَذَّنَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَقَامَ ثُمَّ صَلَّى الْفَجْرَ.
Bahwasanya Rasulullah Sawpernah kesiangan melaksanakan shalat Shubuh dalam satu perjalanan. Mereka (bersama Beliau) bangun saat matahari sudah terbit, dan agak tinggi. Kemudian beliau menyuruh Bilal untuk mengumandangkan adzan. Lalu beliau shalat sunnah fajar dua rakaat (yang diikuti oleh para sahabat). Kemudian beliau menyuruh Bilal mengumandangkan iqamah dan beliau shalat Shubuh (bersama mereka).” (HR. Abu Dawud No. 443) al-Albanimensahihkan hadis ini. (Sahih Wa Dha’if Sunan Abi Dawud, I/443)

5. Kesimpulan:

a. Shalat sunnah dua rakaat sebelum shalat shubuh (fajar), adalah shalat sunnah yang sangat penting dan utama. Nabi Saw bahkan mengatakan bahwa shalat sunnah fajar itu lebih baik daripada dunia dan seisinya. Karena itu, Nabi Saw tidak pernah meninggalkannya walaupun dalam keadaan bepergian (safar).

b. Mengingat penting dan utamanya shalat sunnah fajar, maka jika seseorang tidak berkesempatan menjalankan dua rakaat fajar sebelum shalat Shubuh maka boleh baginya meng-qadha-nya (mengganti dengan menjalankannya) setelah shalat shubuh atau pada waktu matahari sudah terbit (di waktu Dhuha).

c. Mengenai mana waktu yang lebih baik untuk meng-qadha shalat fajar, Imam Ahmad berpendapat bahwa sungguhpun beliau membolehkan qadha mengerjakan shalat fajar setelah selesai shalat shubuh, namun beliau memilih untuk melaksanakannya pada waktu setelah matahari terbit dan sedikit meninggi. (Ibn Qudamah, al-mughni, I/793).

d. Bila tanpa ada alasan, seperti niat untuk men-qadha shalat sunnah fajar, maka shalat sesudah shubuh tidak diperbolehkan.


Wallahu a’lam bishshawab!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar