Selasa, 20 Juni 2017

SUAMI MENINGGAL, BOLEHKAN ISTERI KELUAR RUMAH?

SUAMI MENINGGAL,
BOLEHKAN ISTERI KELUAR RUMAH?

Oleh



Dr.H. Achmad Zuhdi Dh, M.Fil I


Pertanyaan:
            Asslm wr. wb!
Ustadz Zuhdi rahimakumullah! Saya mohon penjelasan tentang status seorang perempuan yang baru saja ditinggal wafat suaminya. Beberapa kawan ada yang menjelaskan bahwa seorang wanita yang baru saja ditinggal wafat suaminya tidak diperbolehkan ke luar rumah. Jika benar demikian, bagaimana cara memenuhi tuntutan keluarga seperti belanja ke pasar, bekerja mencari nafkah, dan lain sebagainya? Apa saja yang harus diperhatikan oleh wanita yang baru saja ditinggal wafat oleh suaminya? Mohon kiranya Ustadz memberikan penjelasan lengkap dengan dalil-dalilnya. Trims! (Abdullah, Surabaya).
Jawab:
Seorang yang meninggal dunia dan meninggalkan isteri, maka bagi isterinya ada masa 'iddah selama 4 bulan 10 hari. Terhitung sejak hari wafatnya sang suami.
Ketetapan masa 'iddah yang merupakan masa berkabung ini telah disebutkan di dalam Al-Quran Al-Kariem:
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri menangguhkan dirinya empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis 'iddahnya, maka tiada dosa bagimu membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.(QS. Al-Baqarah: 234)
Berdasarkan ayat ini para ulama telah sepakat bahwa seorang janda tidak boleh keluar rumah selama masa iddah. Pada masa tersebut, seorang janda tidak boleh bepergian, berdandan atau pun memakai wewangian. Bahkan sekedar menerima lamaran pun tidak diperkenankan.
             Wanita yang sedang dalam masa iddah karena suaminya meninggal dunia tidak diperbolehkan keluar rumah. Hal ini berdasarkan firman Allah:
لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ
“Janganlah kalian keluarkan mereka (wanita-wanita dalam masa iddah) dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang” (Q.S. Al-Thalaq, 1)
Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada Furai’ah, seorang wanita yang ditinggal mati suaminya:
امْكُثِي فِي بَيْتِكِ حَتَّى يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ
"Tinggallah di rumahmu hingga selesai masa 'iddahmu." (Sunan Abu Dawud,2300, Sunan Turmudzi, no.1204,Sunan Nasa’I, no.3530 dan Sunan Ibnu Majah, no.2031). al-Albani: Shahih.
             Kecuali apabila wanita tersebut mempunyai hajat, maka diperbolehkan baginya untuk keluar rumah. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu:
طُلِّقَتْ خَالَتِي، فَأَرَادَتْ أَنْ تَجُدَّ نَخْلَهَا، فَزَجَرَهَا رَجُلٌ أَنْ تَخْرُجَ، فَأَتَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: «بَلَى فَجُدِّي نَخْلَكِ، فَإِنَّكِ عَسَى أَنْ تَصَدَّقِي، أَوْ تَفْعَلِي مَعْرُوفًا
"Bibiku dicerai oleh suaminya, lalu dia ingin memetik buah kurma, namun dia dilarang oleh seorang laki-laki untuk keluar rumah." Setelah itu istriku mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk menanyakan hal itu, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab; "Ya, boleh! Petiklah buah kurmamu, semoga kamu dapat bersedekah atau berbuat kebajikan." (Shahih Muslim, no.1483).
Hadis tersebut menunjukkan bolehnya wanita yang telah ditinggal mati suaminya keluar rumah karena suatu hajat (Subul al-Salam, V/247). Pendapat ini juga didukung oleh Imam Malik, Imam Syafii, Imam Ahmad, dan lain-lain (Syarh Shahih Muslim, X/108). Hajat yang memperbolehkan bagi seorang wanita keluar rumah, yang sedang dalam masa iddah, misalnya untuk bekerja memenuhi kebutuhan hidupnya dan anak-anaknya, berbelanja, mengkhawatirkan keselamatan dirinya atau harta bendanya, omongan-omongan tetangga yang sangat menyakitkan hati, lingkungan rumahnya banyak terdapat orang-orang jahat, dan sebagainya.
Diperbolehkannya wanita tersebut keluar rumah dengan catatan tetap melaksanakan “ihdad” yang wajib bagi wanita yang ditinggal mati suaminya, yaitu dengan tidak menghias diri dan memakai minyak wangi ketika keluar rumah. Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim, dari Hafshah dari Ummu Athiyyah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda:
لاَ تُحِدُّ امْرَأَةٌ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلاَثٍ إِلاَّ عَلَى زَوْجٍ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا وَلاَ تَلْبَسُ ثَوْبًا مَصْبُوغًا إِلاَّ ثَوْبَ عَصْبٍ وَلاَ تَكْتَحِلُ وَلاَ تَمَسُّ طِيبًا إِلاَّ إِذَا طَهُرَتْ نُبْذَةً مِنْ قُسْطٍ أَوْ أَظْفَارٍ
"Seorang wanita dilarang berkabung atas kematian seseorang di atas tiga hari, kecuali yang meninggal adalah suaminya, maka ia harus berkabung selama empat bulan sepuluh hari. Ia tidak boleh memakai baju yang dicelup kecuali baju tenunan Yaman. Tidak boleh memakai celak. Dan tidak boleh memakai wangi-wangian, kecuali dia suci dari haidh kemudian mengambil sedikit dari kusti dan adzfar"(HR. Muslim)
 Secara garis besar, seorang wanita yang ditinggal mati suaminya harus memperhatikan perkara-perkara di bawah ini:
Pertama, ia harus berada di rumah atau  tempat tinggal saat suaminya meninggal dunia. Ia menetap di rumah tersebut sampai habis masa iddahnya, yaitu empat bulan sepuluh hari. Kecuali jika sedang hamil, maka ia keluar dari masa iddah ini bersama dengan kelahiran anak yang dikandungnya. Seperti difirmankan Allah dalam  QS. Ath-Thalaaq, 4;
            Ia tidak diperkenankan keluar rumah, kecuali ada keperluan yang sangat mendesak, seperti pergi ke rumah sakit untuk berobat, membeli makanan dari pasar, atau hal-hal lainnya, jika tidak ada seorangpun yang membantu dia untuk mengerjakan hal-hal tersebut. Demikian pula jika rumahnya runtuh, ia boleh keluar dari rumah itu menuju rumah yang lain. Atau jika tidak mendapati seorangpun yang menghiburnya, atau takut terhadap keselamatan dirinya. Maka dalam kondisi-kondisi seperti ini, ia boleh keluar rumah sesuai dengan kebutuhan.
Kedua, ia tidak boleh mengenakan pakaian-pakaian yang indah dan menarik perhatian, apakah pakaian itu berwarna kuning, hijau, atau warna lainnya. Ia hanya memakai baju yang sederhana, baik ia berwarna hitam, hijau, atau selain kedua warna itu. Yang penting, bajunya tidak boleh menarik perhatian laki-laki.
            Ketiga, Wanita dalam masa iddah, harus menghindari segala macam perhiasan yang terbuat dari emas, perak, permata, berlian, ataupun perhiasan-perhiasan lainnya. Sama saja, apakah perhiasan itu berbentuk kalung, gelang, cincin, dan lain sebagainya. Ia dilarang dari semua perhiasan ini hingga berakhir masa iddahnya.
Keempat, ia harus menghindari wangi-wangian. Ia tidak boleh memakai bukhur atau wangi-wangian yang lain. Kecuali ia suci dari haidh. Jika suci dari haidh ini ia boleh menggunakan bukhur itu.
Kelima, ia harus menghindari celak. Ia tidak halal memakai celak, atau benda apapun semakna dengan celak, yang digunakan untuk mempercantik wajah. Maksud kami dengan kecantikan wajah disini, yaitu khusus kecantikan wajah yang bisa menggoda laki-laki dengan kecantikan itu. Adapun mempercantik wajah yang biasa dilakukan para wanita, seperti mencuci muka dengan air dan sabun, maka tidak mengapa dilakukan. Tetapi celak yang dipergunakan para wanita untuk mempercantik kedua matanya, atau benda lain yang serupa dengan celak yang digunakan untuk mempercantik wajah, maka ini tidak boleh dilakukannya. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk menghindari fitnah.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar