Selasa, 22 Desember 2020

COVID-19, Antara Aku Isteri dan Anakku

 


COVID-19

Antara Aku, Isteri, dan Anakku

Oleh

Ibnu Damhur

 

Pekan pertama Desember 2020, kami sedang bertiga di rumah. Aku, isteri, dan anakku. Hari itu, Senin 7 Desember 2020, anakku (guru, 28 th) datang ke sekolahan. Kesehatannya tampak kurang prima dan batuk-batuk. Oleh Kepala Sekolah, ia disarankan rapid tes dengan biaya Sekolah. Kamis 10 Desember 2020, anakku saya antar ke sebuah Laboratorium untuk menjalani rapid tes serologi. Hasilnya "reaktif". Sempat menegangkan. Seluruh guru yang hari-hari itu pernah berkomunikasi dengannya diminta untuk ikut rapid tes.

Saat itu Isteri saya (56 th) mulai menderita sakit demam dan batuk-batuk pula. Karena itu ia juga saya sarankan untuk ikut rapid tes. Sabtu, 12 Desember 2020, saya mengantar anak dan isteri saya ke Laboratorium. Anak saya menjalani tes swab PCR sebagai kelanjutan hasil rapid tes yang reaktif. Sementara isteri saya menjalani rapid tes serologi. Adapun saya (59 th) masih belum ikut tes karena kesehatan saya masih terasa fit. Alhamdulillah!

Hasilnya, Senin pagi 14 Desember 2020 isteri saya dinyatakan "reaktif". Waduh, khawatir juga, jangan-jangan positif covid. Hari itu juga langsung ke RSUD kemudian disuruh foto toraks, periksa darah, dan konsul ke dokter paru. Selasa paginya, isteri saya melanjutkan tes swab dan hasilnya menunggu tiga hari. Selasa malam dapat info, hasil tes swab anak saya negatif. Alhamdulillah! Bebas! Seluruh keluarga senang, bahagia!

Tiga hari berikutnya, Jumat, 18 Desember 2020 hasil tes swab isteri saya keluar dan dinyatakan positif covid!!! Kami sangat terkejut, ternyata kekhawatiran kami tempo hari itu kini menjadi kenyataan. Akhirnya, kami serumah bertiga isolasi mandiri. Masing-masing pakai masker dalam rumah. Jaga jarak. Jaga kebersihan dengan suka cuci tangan. Istirahat cukup. Tidur dalam kamar masing-masing.

Jumat malamnya, tetangga mulai tahu. Padahal saya belum memberitahu siapa pun. Ternyata ada di antara tetangga yang menjadi tim tracing gugus covid-19.  Pagi harinya, satu persatu tetangga pun mengetahuinya. Di luar dugaan, para tetangga sangat antusias memberi perhatian. Sebagian mereka ada yang memberi bantuan makanan, madu, susu, jamu dan juga probiotik. Luar biasa! Sama sekali tak terduga!

Selama isolasi mandiri, terutama isteri saya yang positif covid, cukup tertekan batinnya, sampai-sampai teringat ibunya yang sudah wafat. Ada hikmahnya, memang! Semenjak itu isteri saya menunjukkan lebih bersungguh-sungguh, semakin intensif dalam beribadah, termasuk salat malamnya lebih awal. Doa siang-malam pun tak henti-hentinya dipanjatkan untuk mendapatkan kesembuhan dari Allah. Lalu meminta kepada saya agar menterapinya dengan Alquran. Saat itu saya hanya tersenyum.

Sabtu paginya, 19 Desember 2020, saya mengajak isteri saya untuk memperbanyak membaca Alquran. Saya sendiri yang biasanya membaca 1 juz setiap hari dengan niat sekedar membaca dan mengkhatamkannya sekali sebulan, maka hari itu berbeda. Saya membaca Alquran dengan lebih perhatian dalam tajwidnya dan suaranya, lalu memohon kepada Allah untuk mendapatkan kesembuhan melalui bacaan Alquran. Sesuai dengan firman Allah (QS. Al-Isra, 82) bahwa Alquran bisa berfungsi sebagai syifa(penyembuhan). Selain itu dalam teori “sound healing”, Fabien Maman seorang peneliti Perancis (1974) mengemukakan bahwa suara manusia memiliki resonansi spiritual khusus yang memberi penyembuhan paling efektif (Al-Kahil, Alquran The Healing Book, 23).

Aktifitas itu berlangsung intensif selama 3 hari, mulai Sabtu, Ahad, dan Senin pagi. Selain itu saya mengingatkannya agar setiap pagi dan sore hari membacaBismillaahilladzii laa yadlurru ma’asmihii syaiun fil ardli walaa fissamaa’ wahuwassamii’ul ‘aliim”, sebanyak tiga kali, karena ada jaminan dari Rasul bahwa siapa yang mau membaca doa tersebut tiga kali setiap pagi dan sore hari maka ia tidak akan terkena bahaya apapun lagi (HR. Abu Dawud, al-Tirmidzi, dll). Isteri saya sangat bersemangat melakukannya karena berharap kesembuhan dari Allah Swt.

Selain usaha yang sifatnya spiritual tersebut, juga berusaha makan yang cukup dan bergizi, meminum probiotik, madu, dan jamu yang berfungsi menambah imunitas. Saya katakan kepada isteri saya, 3 hari lagi tes swab lagi, meskipun dari pihak RSUD memintanya tes ulang 10 hari lagi. Saya juga akan tes rapit antigen, khawatir jangan-jangan tertular covid mengingat seringnya komunikasi dalam satu rumah.

Hari itu, Senin, 21 Desember 2020, saat subuh sebelum berangkat ke Laboratorium untuk tes swab, isteri dan saya bersedekah melalui online dengan harapan Allah memudahkan urusan kami dan segera membebaskan dari jeratan covid-19. Selama sekitar 2 jam kami menunggu antrean dan pelaksanaan tes swab. Selesai tes, saya diberitahu bahwa hasilnya nanti sore. Sementara isteri saya hasilnya masih 3 hari lagi.

Senin sore itu datang berita dari Laboratorium bahwa tes rapid antigen untuk saya menunjukkan negatif.  Alhamdulillah, wasysyukru lillah! Saya negatif dan anak saya negatif. Tinggal menunggu hasil tes untuk isteri saya yang diperkirakan selesai Rabu-nya. Tak disangka, tak diduga, Selasa malam, 22 Desember 2020 dapat info dari Laboratorium bahwa hasil tes swab untuk isteri saya dinyatakan negatif. Alhamdulillah, alhamdulillah, walhamdulillah!

Malam itu juga semua bahagia, terutama isteri saya, langsung sujud syukur. Kata anak saya, ini hadiah untuk ibu di hari ibu. Kebahagiaan isteri saya tidak cukup di situ. Ia dengan senyum dan wajah cerah ceria mulai mendekati saya, lalu mengatakan sambil membisikkan dekat telinga saya: “sekarang kita sudah bisa mengesun, ya!”. Maklum, sudah beberapa hari harus menjaga jarak (social distancing). Saya pun menyambutnya, ikut bahagia, kemudian mendekapnya. Alhamdulillah! Alhamdulillah! Lahaula wala quwwata illa billah!

 

Kenangan di Taman Tulip Istambul-Turki 2019             
           




 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar